Maksud dan Tujuan

Memenuhi salah satu tugas mata kuliah EPTIK, Melatih mahasiswa untuk lebih aktif mencari bahan-bahan materi EPTIK,Sebagai masukan kepada mahasiswa agar menggunakan ilmu yang didapatkannya untuk kegiatan yang positif,Untuk dipresentasikan sehingga mendapatkan nilai UAS, Memberikan informasi tentangCyber Crime kepada kami sendiri khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.

Minggu, 22 Mei 2016

Kasus 3 : Penggelapan uang pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan

Penggelapan uang pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan

·           Kasus 3
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di Bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “ Suara Pembaharuan “ edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah Bank swasta di Jakarta sebanyak Rp.372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer berupa komputer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
·           Penyelesaian Kasus 3
Kasus ini modusnya adalah murni kriminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Sebaiknya internet digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat, dan tidak merugikan orang lain. Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP tentang pencurian, mendapat sanksi hukuman penjara selama 5 tahun. dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, mendapat sanksi hukuman penjara selama 4 tahun.( Siti Wahyuni 12095738).

Kasus 2 : Penyebaran virus dengan sengaja

Penyebaran virus dengan sengaja


·           Kasus 2
Salah satu jenis cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009. Twitter (salah satu jejaring sosial) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan mengjangkit semua followers. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran Malware di seantero jejaring sosial. Twitter tak kalah jadi target, pada Agustus 2009 di serang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.
·           Penyelesaian Kasus 2
Seharusnya para pengguna jejaring sosial harus berhati-hati dengan adanya penyebaran virus yg disengaja karena akan merusak sistem jaringan komputer.
Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang . Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum ada kepastian hukum. Adapun Hukum yang dapat menjerat Para Penyebar Virus tersebut tercantum dalam UU ITE yaitu Bab VII Pasal 33 tentang Virus, Membuat sistem tidak bekerja. Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 ( Satu ) Milliar rupiah. ( Eva Indriani 12095765)

Sabtu, 30 April 2016

kasus 1: Penyerangan terhadap jaringan internet KPU


Jaringan internet di Pusat Tabulasi Nasional Komisi Pemilihan Umum  sempat down (terganggu)   beberapa  kali.  KPU   menggandeng  kepolisian  untuk  mengatasi  hal  tersebut.“Cybercrime  kepolisian juga sudah membantu. Domain kerjasamanya antara KPU dengankepolisian”, kata Ketua Tim Teknologi Informasi KPU, Husni Fahmi di Kantor KPU, JalanImam Bonjol, Menteng , Jakarta Pusat (15 April 2009).
Menurut Husni, tim kepolisian pun sudah mendatangi Pusat Tabulasi Nasional KPU di HotelBrobudur di Hotel Brobudur, Jakarta Pusat. Mereka akan mengusut adanya dugaan criminal dalam kasus kejahatan dunia maya dengan cara meretas. “Kamu sudah melaporkan semuanya ke KPU. Cybercrime sudah datang,” ujarnya. Sebelumnya, Husni menyebut sejak tiga hari dibuka,  Pusat   Tabulasi   berkali-kali   diserang   oleh peretas.” 
Sejak   hari   lalu   dimulainya perhitungan tabulasi, sampai hari ini kalau dihitung-hitung, sudah lebuh dari 20 serangan”,kata Husni, Minggu(12/4).Seluruh penyerang itu sekarang, kata Husni, sudah diblokir alamat IP-nya oleh PT. Telkom.Tim TI KPU bias mengatasi serangan karena belajar dari pengalamn 2004 lalu. “Memang sempat ada yang ingin mengubah tampilan halaman tabulasi nasional hasil pemungutan suaramilik KPU. Tetapi segera kami antisipasi.”Kasus di atas memiliki modus untuk mengacaukan proses pemilihan suara di KPK. Motif kejahatan ini termasuk ke dalam  cybercrime  sebagai tindakan murni kejahatan.
Hal ini dikarenakan para penyerang dengan sengaja untuk melakukan pengacauan pada tampilan halaman tabulasi nasional hasil dari Pemilu. Kejahatan kasus cybercrime ini dapat termasukjenis data forgery,  hacking-cracking,  sabotage and extortion, atau cyber terorism. Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pemerintah (against government) ataubisa juga cybercrime menyerang hak milik (against property).
v  Penyelesaian Kasus 1
Beberapa cara untuk menanggulangi dari kasus:
1. Kriptografi : seni menyandikan data. Data yang dikirimkan disandikan terlebih dahulusebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Hal ini dilakukan supaya pihak-pihak penyerang tidak dapat mengerti isi data yang dikirim.
2.      Internet Farewell: untuk mencegah akses dari pihak luar ke sistem internal. Firewalldapat bekerja dengan 2 cara, yaitu menggunakan filter dan proxy. Firewall filter menyaring komunikasi agar terjadi seperlunya saja, hanya aplikasi tertentu saja yang bisa lewat dan hanya komputer dengan identitas tertentu saja yang bisa berhubungan. Firewall proxy berarti mengizinkan pemakai  dalam untuk mengakses internet seluas-luasnya, tetapi dari luar hanya dapat mengakses satu komputer tertentu saja.
3.      Menutup service yang tidak digunakan.
4.      Adanya   sistem   pemantau   serangan   yang   digunakan   untuk   mengetahui   adanya tamu atau seseorang yang tak diundang (intruder) atau adanya serangan (attack).
5.      Melakukan back up secara rutin.
6.  Adanya pemantau integritas sistem. Misalnya pada sistem UNIX adalah program tripwire.   Program  ini   dapat   digunakan   untuk   memantau  adanya   perubahan   pada berkas.
7.   Perlu adanya cyberlaw: Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam peraturan atau Undang-undang  yang   ada,   penting adanya perangkat hukum khusus  mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional.

8.  Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi   tentang   cybercrime,   melakukan   sosialisasi   secara   intensif   kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.

Cyber Law di Indonesia

Untuk negara-negara berkembang, Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India, Banglades, Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu  telah meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional Protocol to the Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts of a racist and xenophobic nature committed through computer system. Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum lengkap di bidang cyberlaw.
Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen adalah bahwa aturan yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi. Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum dan teknologi. Kongkretnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu saja harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.
Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di bidangnya. Sejak satu dekade terakhir Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa kategori kasus Cybercrime yang telah ditangani dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 27 sampai dengan Pasal 35) :
·         Pasal 27 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Illegal Contents
1.    muatan yang melanggar kesusilaan (Pornograph)
2.    muatan perjudian ( Computer-related betting)
3.    muatan penghinaan dan pencemaran nama baik
4.    muatan pemerasan dan ancaman (Extortion and Threats)
·         Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Illegal Contents
1.      Berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. (Service Offered fraud).
2.      Informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (SARA).
·         Pasal 29 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Illegal Contents
1.      Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman
2.      kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
·         Pasal 30 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Illegal Access
1.      Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun
2.      Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3.      Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
·         Pasal 31 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Illegal Interception
1.      Intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
2.      Intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
  • Pasal 32 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Data Leakage and Espionag

1.      Mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
  • Pasal 33 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang System Interferenc

1.      Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
  •    Pasal 34 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Misuse Of Device

1.      Memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi cybercrime, sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi cybercrime.

·         Pasal 35 UU Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Data Interferenc
1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
2.      Berikut ini Table Pelanggaran Di Dunia Maya (Cybercrime) dan Hukuman yang diambil dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik Indonesia :

Penjelasan di atas hanya menangkap pelanggaran sampai dengan pasal 35, sedangkan dua pasal berikutnya (36 dan 37) sengaja tidak ditampilkan karena merupakan pasal tersebut membahas tentang pelanggaran turunan dari pasal-pasal sebelumnya.

Aspek Hukum Terhadap Kejahatan Cyber law

Dalam kaitannya dengan penentuan hokum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu  :
1.  Azas Subjective Territoriality Azas yang menekankan bahwa keberlakuan hokum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain
2.     Azas Objective Territoriality Azas yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi Negara yang bersangkutan
3.       Azas Nasionality Azas yang menentukan bahwa Negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hokum berdasarkan kewarganegaraan pelaku
4. Azas Protective Principle Azas yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban
5.        Azas Universality Azas ini menentukan bahwa setiap Negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan

6.         Azas Protective Principle Azas yang menyatakan berlakunya hokum didasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya yang umumnya digunakan apabila korban adalah Negara atau pemerintah.

Sabtu, 23 April 2016

Komponen dan Aspek Hukum Terhadap Kejahatan Cyber Law

  • Komponen – Komponen Cyber Law


Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang  patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;
Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;
Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;
Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
  •  Aspek Hukum Terhadap Kejahatan Cyber law


Dalam kaitannya dengan penentuan hokum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu  :
1.    Azas Subjective Territoriality : Azas yang menekankan bahwa keberlakuan hokum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain
2.   Azas Objective Territoriality : Azas yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi Negara yang bersangkutan
3.  Azas Nasionality : Azas yang menentukan bahwa Negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hokum berdasarkan kewarganegaraan pelaku
4.  Azas Protective Principle : Azas yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban
5.      Azas Universality : Azas ini menentukan bahwa setiap Negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan
6.   Azas Protective Principle : Azas yang menyatakan berlakunya hokum didasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya yang umumnya digunakan apabila korban adalah Negara atau pemerintah

Ruang Lingkup dan Topik Cyber Law

  • Ruang Lingkup Cyber Law


Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau  aspek hukum dari: E-Commerce, Trademark/Domain Names, Privacy and Security on the Internet, Copyright, Defamation, Content Regulation, Disptle Settlement, dan sebagainya.
  •   Topik – Topik Cyber Law


Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu: Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.


Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.

Pengertian dan Jenis - Jenis Kejahatan Cyber Law


  • Pengertian Cyber Law

Cyberlaw dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan hukum yang diberlakukan untuk menanggulangi perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet (Cybercrime).
  •  Jenis – Jenis Kejahatan Cyber law

Joy Computing Adalah pemakaian komputer orang lain tanpa izin . Hal ini termasuk pencurian waktu operasi komputer.
Hacking Adalah mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
The Trojan Horse Manipulasi data atau program dengan jalan mengubahdata atu instruksi pada sebuah program , menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Data Leakage Adalah menyangkut bocornya data keluar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan.
Data Didling Yaitu suatu perbuatan mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah mengubah input atau output data.
To Frustate Data Communication ata Diddling Yaitu penyianyiaan data computer
Software Privaci Yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI

Penanganan dan Perangkat Anti Cyber Crime

  • Penanganan Cyber Crime

Cybercrime adalah masalah dalam dunia internet yang harus ditangani secara serius. Sebagai kejahatan, penanganan terhadap cybercrime dapat dianalogikan sama dengan dunia nyata, harus dengan hukum legal yang mengatur. Berikut ini ada beberapa Cara Penanganan Cybercrime :
1.     Dengan Upaya non Hukum
Adalah segala upaya yang lebih bersifat preventif dan persuasif terhadap para pelaku, korban dan semua pihak yang berpotensi terkait dengan kejahatan dunia maya.
2.      Dengan Upaya Hukum (Cyberlaw)
Adalah segala upaya yang bersifat mengikat, lebih banyak memberikan informasi mengenai hukuman dan jenis pelanggaran/ kejahatan dunia maya secara spesifik.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan terkait dengan cara pencegahan cyber crime adalah sebagai berikut:
1.     Untuk menanggulangi masalah Denial of Services (DoS), pada sistem dapat dilakukan dengan memasang firewall dengan Instrussion Detection System (IDS) dan Instrussion Prevention System (IPS) pada Router.
2.     Untuk menanggulangi masalah virus pada sistem dapat dilakukan dengan memasang anti virus dan anti spy ware dengan upgrading dan updating secara periodik.
3.     Untuk menanggulangi pencurian password dilakukan proteksi security system terhadap password dan/ atau perubahan password secara berkala.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Contoh: penggunaan mesin ATM untuk mengambil uang; handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile banking); Internet untuk melakukan transaksi (Internet banking, membeli barang), berikirim e-mail atau untuk sekedar menjelajah Internet; perusahaan melakukan transaksi melalui Internet (e-procurement). Namun demikian segala aktivitas tersebut memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan dunia maya (cybercrime), misalnya: Penyadapan email, PIN (untuk Internet Banking), Pelanggaran terhadap hak-hak privacy, dll. Maka dari itu diperlukan sebuah perangkat hukum yang secara legal melawan cybercrime. Dalam hal ini cyberlaw tercipta.
  • Perangkat Anti Cyber Crime

Beberapa Hal yang perlu dilakukan dalam menangani Cybercrime adalah memperkuat aspek hukum dan aspek non hukum, sehingga meskipun tidak dapat direduksi sampai titik nol paling tidak terjadinya cybercrime dapat ditekan lebih rendah.
1.    Modernisasi Hukum Pidana Nasional. Sejalan dengan perkembangan teknologi, cybercrime juga mengalami perubahan yang significant. Contoh: saat ini kita mengenal ratusan jenis virus dengan dampak tingkat kerusakan yang semakin rumit.
2.  Meningkatkan Sistem Pengamanan Jaringan Komputer. Jaringan komputer merupakan gerbang penghubung antara satu sistem komputer ke sistem yang lain. Gerbang ini sangat rentan terhadap serangan, baik berupa denial of service attack atau virus.
3.  Meningkatkan pemahaman & keahlian Aparatur Penegak Hukum. Aparatur penegak hukum adalah sisi brainware yang memegang peran penting dalam penegakan cyberlaw. dengan kualitas tingkat pemahaman aparat yang baik terhadap cybercrime, diharapkan kejahatan dapat ditekan.
4. Meningkatkan kesadaran warga mengenai masalah cybercrime. Warga negara merupakan konsumen terbesar dalam dunia maya. Warga negara memiliki potensi yang sama besar untuk menjadi pelaku cybercrime atau corban cybercrime. Maka dari itu, kesadaran dari warga negara sangat penting.

5.    Meningkatkan kerjasama antar negara dalam upaya penanganan cybercrime. Berbagai pertemuan atau konvensi antar beberapa negara yang membahas tentang cybercrime akan lebih mengenalkan kepada dunia tentang fenomena cybercrime terutama beberapa jenis baru.

Cyber Crime di Indonesia


  • Cyber Crime di Indonesia

Ada beberapa fakta kasus cybercrime yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah  :
1.     Pencurian Account User Internet.
Merupakan salah satu dari kategori Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan penipuan), hal ini dapat terjadi karena pemilik user kurang aware terhadap keamanan di dunia maya, dengan membuat user dan password yang identik atau gampang ditebak memudahkan para pelaku kejahatan dunia maya ini melakukan aksinya.
2.     Deface (Membajak situs web)
Metode kejahatan deface adalah mengubah tampilan website menjadi sesuai keinginan pelaku kejahatan. Bisa menampilkan tulisan-tulisan provokative atau gambar-gambar lucu. Merupakan salah satu jenis kejahatan dunia maya yang paling favorit karena hasil kejahatan dapat dilihat secara langsung oleh masyarakat.
3.     Probing dan Port Scanning
Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya.
4.    Virus dan Trojan
Virus komputer merupakan program komputer yang dapat menggandakan atau menyalin dirinya sendiri dan menyebar dengan cara menyisipkan salinan dirinya ke dalam program atau dokumen lain. Trojan adalah sebuah bentuk perangkat lunak yang mencurigakan (malicious software) yang dapat merusak sebuah sistem atau jaringan. Tujuan dari Trojan adalah memperoleh informasi dari target (password, kebiasaan user yang tercatat dalam system log, data, dan lain-lain), dan mengendalikan target (memperoleh hak akses pada target).
5.    Denial of Service (DoS) attack

Denial of Service (DoS) attack adalah jenis serangan terhadap sebuah komputer atau server di dalam jaringan internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki oleh komputer tersebut sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar sehingga secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk memperoleh akses layanan dari komputer yang diserang tersebut.

Jenis - Jenis Cyber Crime


  • Jenis – Jenis Cyber Crime

Pengelompokan jenis – jenis cybercrime dapat dikelompokkan dalam banyak kategori. Bernstein, Bainbridge, Philip Renata, As’ad Yusuf, sampai dengan seorang Roy Suryo pun telah membuat pengelompokkan masing-masing terkait dengan cybercrime ini. Salah satu pemisahan jenis cybercrime yang umum dikenal adalah kategori berdasarkan motif  pelakunya :
1.     Sebagai tindak kejahatan Murni
Kejahatan terjadi secara sengaja dan terencana untuk melakukan perusakan, pencurian, tindakan anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer. (tindak kriminal dan memiliki motif kriminalitas) dan biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh Kasus: Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet, Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming).
2.     Sebagai tindak kejahatan Abu-abu (tidak jelas)
Kejahatan terjadi terhadap sistem komputer tetapi tidak melakukan perusakan, pencurian, tindakan anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer. Contoh Kasus: Probing atau Portscanning; yaitu semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
Convention on Cybercrime yang diadakan oleh Council of Europe dan terbuka untuk ditandatangani mulai tanggal 23 November 2001 di Budapest menguraikan jenis-jenis kejahatan yang harus diatur dalam hukum pidana substantif oleh negara-negara pesertanya, terdiri dari :
Tindak pidana yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem komputer: Illegal access (melakukan akses tidak sah), Illegal interception (intersepsi secara tidak sah), Data interference (menggangu data), System interference (mengganggu pada sistem), Misuse of devices (menyalahgunakan alat).
Tindak pidana yang berkaitan dengan komputer: Computer-related forgery (pemalsuan melalui komputer), Computer-related fraud (penipuan melalui komputer).
Tindak pidana yang berhubungan dengan isi atau muatan data atau sistem komputer: Offences related to child pornography (Tindak pidana yang berkaitan dengan pornografi anak). Tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta dan hak-hak terkait.

Motif dan Faktor Penyebab Munculnya Cyber Crime

  • Motif Cyber Crime
Motif pelaku kejahatan di dunia maya (cybercrime) pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu : Motif pelaku kejahatan di dunia maya (cybercrime) pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
1.   Motif intelektual, yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi. Kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh seseorang secara individual.
2. Motif ekonomi, politik, dan kriminal, yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain. Karena memiliki tujuan yang dapat berdampak besar, kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh sebuah korporasi.

  • Faktor Penyebab Munculnya Cyber Crime
Jika dipandang dari sudut pandang yang lebih luas, latar belakang terjadinya kejahatan di dunia maya ini terbagi menjadi dua faktor penting, yaitu :
1.     Faktor Teknis
Dengan adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara jaringan yang satu dengan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan pihak yang satu lebih kuat daripada yang lain.
2.     Faktor Sosial ekonomi
Cybercrime dapat dipandang sebagai produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan. Keamanan jaringan merupakan isu global yang muncul bersamaan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Melihat kenyataan seperti itu, Cybercrime berada dalam skenerio besar dari kegiatan ekonomi dunia.