Untuk
negara-negara berkembang, Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti
India, Banglades, Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki
perangkat hukum di bidang cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun
2006 lalu telah meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional
Protocol to the Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts
of a racist and xenophobic nature committed through computer system. Indonesia
masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya
apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki
perangkat hukum lengkap di bidang cyberlaw.
Untuk
membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang
cyber (internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih
penting lagi selain komitmen adalah bahwa aturan yang dibuat tersebut yaitu UU
ITE merupakan produk hukum yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya
di bidang teknologi informasi. Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw
adalah riset yang komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek
konvergensi hukum dan teknologi. Kongkretnya pemerintah dapat membuat
laboratorium dan pusat studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan
instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable di bidang tersebut.
Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang
Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset komprehensif tentang cyberlaw dan
teknologi informasi. Riset ini tentu saja harus mengkombinasikan para ahli
hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari riset inilah yang kemudian
dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk cyberlaw yang berkualitas selain
tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat, dan
komunitas cyber.
Selain
hal tersebut hal paling penting lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM
aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim
bahkan advokat khususnya yang menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di
bidang cyberlaw mustahil bisa terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM
aparatur yang berkualitas dan ahli di bidangnya. Sejak satu dekade terakhir
Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun
berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas
user di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan
Cyberlaw telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia. Berikut ini adalah
beberapa kategori kasus Cybercrime yang telah ditangani dalam UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (Pasal 27 sampai dengan Pasal 35) :
·
Pasal 27 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Illegal Contents
1. muatan
yang melanggar kesusilaan (Pornograph)
2. muatan
perjudian ( Computer-related betting)
3. muatan
penghinaan dan pencemaran nama baik
4. muatan
pemerasan dan ancaman (Extortion and Threats)
·
Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Illegal Contents
1. Berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik. (Service Offered fraud).
2. Informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (SARA).
·
Pasal 29 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Illegal Contents
1. Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman
2. kekerasan
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
·
Pasal 30 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Illegal Access
1. Dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun
2. Dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3. Dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau
menjebol sistem pengamanan.
·
Pasal 31 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Illegal Interception
1. Intersepsi
atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
2. Intersepsi
atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa
pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
- Pasal 32 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Data Leakage and Espionag
1. Mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Orang lain atau milik publik.
- Pasal 33 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang System Interferenc
1. Melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
- Pasal 34 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Misuse Of Device
1. Memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki: perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang
atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi cybercrime, sandi lewat
Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar
Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi cybercrime.
·
Pasal 35 UU Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang Data Interferenc
1. Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
2. Berikut
ini Table Pelanggaran Di Dunia Maya (Cybercrime) dan Hukuman yang diambil dari
UU Informasi dan Transaksi Elektronik Indonesia :
Penjelasan di atas hanya menangkap
pelanggaran sampai dengan pasal 35, sedangkan dua pasal berikutnya (36 dan 37)
sengaja tidak ditampilkan karena merupakan pasal tersebut membahas tentang
pelanggaran turunan dari pasal-pasal sebelumnya.